Thursday, November 11, 2004

Senang dan Susahnya Menjadi Staf Teladan

Menjadi staf teladan di kantor, Jelas dong membanggakan ! Sebuah kebanggaan tersendiri bila menjadi staf teladan atau staf berprestasi di kantor. Apalagi bila kita merasa bahwa memang penghargaan tersebut layak kita terima dikarenakan usaha kita yang telah sekian lama mengabdi di kantor. Namun, apakah demikian adanya ? Apakah penghargaan sebagai staf teladan di kantor selalu menjadi kebanggan buat penerimanya ? Bagaimana sebenarnya respon yang dialami oleh karyawan tersebut ? Bagaimana respon karyawan lain atas penghargaan yang diberikan pada salah satu karyawan di kantor ?

Pemilihan staf berprestasi merupakan salah satu pilihan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pilihan ini didasari pada asumsi, bila ada satu karyawan yang tindakan perilakunya menunjukkan prestasi maka satu karyawan ini bisa menjadi contoh bagi karyawan lain untuk berperilaku sama, dalam arti berprestasi pula. Hal ini berarti Anda yang terpilih menjadi staf berprestasi pada masa tertentu patut berbangga hati menerima penghargaan ini. Pada beberapa perusahaan atau lembaga penobatan staf berprestasi seringkali disertai dengan pemberian bonus. Pada pihak penerima tentunya ini bisa membahagiakan karyawan.
Namun seringkali, pemberian penghargaan staf berprestasi menjadi beban bagi penerimanya. Bahkan, pada beberapa perusahaan pemberian penghargaan ini justru bisa menjadi satu bahan gunjingan bagi staf lain. Seperti yang diungkapkan oleh Anne tentang pemberian kesempatan untuk mengikuti pertemuan ke Bangkok, mewakili kantor untuk area Indonesia atas program yang selama ini dipegangnya. “Keliatannya kesempatan untuk ke luar negri ini membuat aku dianggap sebagai anak emas di kantor dan jadi bahan gosip baru”. Padahal, bila dilihat prestasi Anne selama satu tahun di kantor tersebut, beberapa proyek yang dipegangnya mengalami kemajuan pesat. Menurut atasannya, pemberian kesempatan untuk mempresentasikan perkembangan program mewakili kantor perwakilan area Indonesia merupakan salah satu penghargaan atas prestasinya ini.

Bagi Anne, pemberian penghargaan ini sebenarnya membuat dirinya bangga atas pemberian kesempatan ini. Namun bila melihat reaksi dari staf lain yang bernada miring tentang dirinya, membuat ia menjadi malas rasanya menjalankan tugas tersebut. Di satu sisi ia merasa bangga atas kesempatan ini, tapi di sisi lain juga merasa kesal mengapa orang meributkan keberangkatannya. Ia akhirnya mengkomunikasikan permasalahan ini kepada atasannya dan meminta atasan untuk merevisi keputusan tersebut, misalnya dengan menunjuk orang lain untuk memegang tugas tersebut. Tentu saja ide tersebut tidak disetujui oleh atasannya. Untuk mengatasi hal ini atasan segera mengambil tindakan dengan menjadikan isu sebagai agenda sisipan dalam pertemuan staf mingguan. Atasan Anne menganggap perlu untuk melakukan sosialisasi mengenai alasan keberangkatan Anne ke Bangkok.

Ternyata menjadi staf teladan di kantor juga ada susahnya, terutama bagi yang menerima. Sebenarnya mengapa hal-hal semacam ini bisa terjadi ? Mudahnya sebuah kebijakan menjadi isu baru di kantor seperti ini dikarenakan oleh beberapa hal :
· Ketidakjelasan sistem manajemen sumber daya manusia pada organisasi tersebut. Ketidakjelasan ini bisa bersumber bahawa memang sistem tersebut belum ada atau sudah ada namun tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pemberian penghargaan pada karyawan ini memang cenderung sering terjadi pada organisasi yang belum tersistematisasi dengan baik human resources development systemnya. Sehingga, setiap kebijakan manajemen yang dibuat mudah sekali terkritisi bila ada satu karyawan saja yang cukup berpengaruh menyebarkan ketidakpuasannya terhadap keputusan tersebut.

· Implementasi penerapan sistem penghargaan yang tidak konsisten. Pada organsiasi yang telah memiliki sistem manajemen sumber daya manusia, namun pelaksanaannya belum optimal, sangatlah mungkin terjadi penyimpangan atau ketidakkonsistenan dalam impelementasi sistem. Akibatnya, individu atau pihak yang terlibat dalam keputusan tersebut akan terkena secara langsung atau pun tidak komentar yang tidak seimbang dengan kondisi yang sebenarnya.

· Di luar dua hal diatas, kultur organisasi yang fragile terhadap terpancingnya individu-individu di dalam organisasi tersebut untuk langsung bereaksi terhadap sebuah informasi tanpa mencermati terlebih dahulu, merupakan sumber penyebab dari permasalahan ini.

Hal apa yang bisa dilakukan untuk melakukan prevensi terhadap situasi tersebut ?
Bila memang penyebabnya banyak diawali karena ketidakjelasan maka mau tidak mau peran atasan langsung dan atasan yang terkait secara struktural (direktur) sangatlah penting untuk mengklarifikasi permasalahan ini. Klarifikasi ini sebenarnya tidak cukup berhenti pada permasalahan ini saja, karena ini merupakan solusi praktis untuk jangka pendek. Yang terpenting adalah upaya untuk membuat sistem penghargaan yang jelas di kemudian hari.
Bila sistem sudah ada, namun implementasi dari sistem yang belum konsisten maka komplain atau peran klarifikasi dapat ditujukan kepada pemegang kunci di HRD beserta atasan pada divisi yang bersangkutan. Pihak-pihak ini akan dapat memberikan klarifikasi kepada keputusan yang diambil. Bila memang dalam pelaksanaannya perlu mendapat kritikan maka, pihak inilah yang perlu menjadikan ini sebagai lesson learnt pada kebijakan-kebijakan selanjutnya.
Bila 2 pendekatan secara sistem telah Anda lakukan namun masih saja membuat Anda kurang enak mendengar gosip yang berlebihan maka bila diperlukan dapat saja dilakukan cross cek pada sumber pembuat masalah (tentunya dengan terlebih dahulu mencari data yang akurat mengenai keterlibatan sumber pembuat masalah tersebut) untuk dikonfirmasikan pada yang bersangkutan penyebar ketidakpuasan tersebut (bila diperlukan). Ini sebenarnya merupakan salah satu upaya “gertak sambal” pada sumber penyebar isu. Bila pihak tersebut masih belum puas maka perlu juga untuk mencoba menantangnya untuk kemudian mengkonfirmasikan pada kepada pihak strukural yang berkaitan dengan masalah ini.
Tidak semua orang berani untuk menghadapkan ini kepada permasalahan manajemen. Seringkali pihak yang menjadi korban justru diam saja. Sebenarnya strategi diam ok saja untuk dipilih, tergantung pilihan korban, sembari menunggu berakhirnya omongan-omongan yang muncul dengan sendirinya. Namun akan menjadi permasalahan kronis bagi organisasi tersebut bila tetap tidak diatasi sampai akar permasalahannya.

Maka dari itu, bila Anda yang berada dalam situasi seperti Anne, Anda dapat menentukan sendiri langkah apa yang sebaiknya Anda ambil. Apakah Anda ingin mengambil langkah praktis, langkah strategis atau kombinasi keduanya ? Tergantung pilihan Anda.